Nama : Yuniar
Kelas : 4KA30
NPM : 19113599
Undang – undang no. 36 tahun 1999
tentang
Telekomunikasi
Pasal
20
Setiap penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan
prioritas untuk pengiriman, penyaluran, dan penyampaian informasi penting yang
menyangkut :
a. Keamanan
Negara
b. Keselamatan
jiwa manusia dan harta benda
c. Bencana
alam
d. Marabahaya
dan atau
e. Wabah
penyakit
Contoh penerapan pasal tersebut :
Pemanfaatan teknologi baru OpenBTS yang saat ini sedang dieksplorasi
oleh Tim Yayasan AirPutih. Pada dasarnya OpenBTS adalah solusi untuk memberikan
layanan berbasis teknologi selular (voice, SMS dan data) secara terbuka (tidak tergantung
pada salah satu operator). Secara prinsip apabila dipandang dari segi regulasi dalam
kondisi normal maka OpenBTS adalah stasiun selular tidak resmi yang seharusnya dilarang
karena akan mengganggu infrastruktur dan layanan komersial yang telah berjalan.
Akan tetapi dalam kondisi darurat misalnya di daerah bencana dimana layanan selular
lumpuh atau kapasitasnya terbatas ( tidak memadai seperti terjadi di Wasior dan
Mentawai) maupun karena lokasi tersebut belum terjangkau oleh operator, maka OpenBTS
akan menjadi solusi bagi setiap inisiatif kemanusiaan yang sedang bekerja tanpa
mereka harus mengubah atau menggunakan teknologi lain yang memberatkan,
terbatas kemampuannya dan mahal misalnya telepon satelit. Artinya dengan teknologi
selular yang sama dengan yang mereka pergunakan selama ini sehari – hari dapat tetap
dipergunakan di lokasi berkat OpenBTS.
Apabila
teknologi OpenBTS ini nantinya siap untuk diterapkan di lapangan maka Yayasan Airputih
berencana untuk menyampaikan pemberitahuan sekaligus permohonan ijin kepada Kementerian
Komunikasi & Informatika agar diberikan dukungan serta ijin khusus dalam hal:
- Sebagai
penyelenggara infrastruktur dan layanan telekomunikasi darurat berbasis selular
dan internet di lokasi bencana
- Memanfaatkan
teknologi, frekuensi dan perangkat selular dan internet
- Melakukan
terminasi dan interkoneksi kepada penyelenggara ITKP
- Dibebaskan
dari segala kewajiban sertifikasi, pembayaran pajak, PNBP
- Meningkatkan
daya pancar dan jangkauan layanan termasuk penyebaran.
Asalkan masih dalam situasi yang
memenuhi definisi Pasal 20 UU 36/1999 maka pada prinsipnya inisiatif infrastruktur
dan layanan seperti OpenBTS dapat diselenggarakan oleh siapa saja.
Pasal 42
(1)
Penyelenggara
jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan atau diterima
oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau
jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya.
(2)
Untuk
keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat
merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa
telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas:
a. Permintaan tertulis Jaksa Agung dan
atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu;
b. Permintaan penyidik untuk tindak
pidana tertentu sesuai dengan undang – undang yang berlaku.
Contoh penerapannya :
Pasal 42 ayat 1
Pada tahun 2011 lalu, dunia
telekomunikasi dihebohkan dengan bocornya data pelanggan. Tidak
tanggung-tanggung jumlah data pelanggan yang bocor kabarnya mencapai 25 juta
pelanggan. Saat itu, komisi I DPR mendesak Badan Regulasi Telekomunikasi
Indonesia (BRTI) mengusut dan menyelesaikan kasus kebocoran data pelanggan
telekomunikasi yang mencapai lebih dari 25 juta pelanggan. BRTI juga diminta
berkoordinasi dengan BI untuk mengetahui bank penyedia kredit tanpa agunan
(KTA) yang menggunakan SMS maupun telepon. Parlemen memberi waktu kepada
lembaga itu selama satu bulan.
RDP kali ini
dilatarbelakangi oleh keresahan masyarakat terhadap maraknya penyebarluasan
panggilan telepon maupun SMS yang kontennya sangat beragam, termasuk di
antaranya yang paling sering adalah promosi KTA. Beberapa anggota anggota
Komisi I menduga ada kebocoran data pelanggan, yang menyebabkan banyaknya
kiriman SMS yang setiap hari membanjiri hampir setiap perangkat telekomunikasi
seluler dan FWA (Fixed Wireless Access).
Anggota Komisi I, Enggartiasto
Lukita, mengatakan telah terjadi permainan bisnis yang menggunakan data
pelanggan telekomunikasi. Buntutnya, konsumen dirugikan. Menurut politisi
Partai Golkar ini, BRTI harusnya berkoordinasi dengan BI ketika menerima
keluhan pelanggan tentang penawaran fasilitas KTA. “Pemerintah sebaiknya tidak
boleh membiarkan ini,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua BRTI
Basuki Yusuf Iskandar mengaku kesulitan menentukan pelaku pembobol data
pelanggan pengguna telepon seluler. Soalnya, pada pertemuan yang digelar antara
BRTI dengan seluruh provider belum lama ini, tidak ada satupun pihak yang
mengaku telah membocorkan data pelanggan. “Kebocoran justru diduga karena pihak
lain, seperti bank penyedia fasilitas kartu kredit,” katanya.
Pernyataan Basuki didukung oleh
Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo, Syukri Batubara.
Menurutnya, BRTI telah melakukan sejumlah tindakan, yakni memanggil PT
Bumikharisma Lininusa pada tanggal 26 Januari 2011 untuk meminta klarifikasi
iklan yang dibuatnya di Harian Kompas halaman 29 tanggal 10 Januari 2011,
dimana perusahaan tersebut menyebutkan: “menyediakan 25 juta data pelanggan
seluler aktif, valid dan legal seluruh Indonesia untuk SMS Promo anda”.
Pada klarifikasi tersebut,
PT Bumikharisma menjelaskan, mereka hanya sebagai reseller dari produk mobile
advertising yang bekerja sama dengan penyelenggara telekomunikasi dimana SMS
di- broadcast dilakukan oleh penyelenggara telekomunikasi, sehingga tidak ada
nomor-nomor yang keluar dari operator. Oleh karenanya, mengenai iklan 25 juta
data pengguna itu adalah data yang tetap ada di operator.
Pasal 42 ayat 2
(Jakarta, 18 November 2013).
Menanggapi sejumlah pemberitaan hari ini terkait dengan beberapa kali tindakan penyadapan
yang dilakukan oleh Australia terhadap sejumlah pejabat pemerintah Indonesia,
bersama ini disampaikan sikap dan pandangan Kementerian Kominfo sebagai berikut:
1. Kementerian Kominfo searah dengan penyataan Menteri
Luar Negeri Marty Natalegawa dalam jumpa persnya pada tanggal 18 November 2013
sangat menyesalkan tindakan penyadapan yang
dilakukan oleh Australia.
2. Untuk langkah selanjutnya, Kementerian Kominfo
akan menunggu langkah-langkah berikutnya dari Kementerian Luar Negeri mengingat
penanganan masalah tersebut “leading sectorâ€-nya
adalah Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.
3. Sikap sangat keprihatinan dan sangat kecewa yang
ditunjukkan oleh Kementerian Kominfo ini selain berdasarkan aspek hubungan
diplomatik, juga karena mengacu pada aspek hukum, karena bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, yaitu UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
dan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
4. Pasal 40 UU Telekomunikasi menyebutkan, bahwa setiap
orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan
melaiui jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun. Demikian pula Pasal 31 ayat UU
ITE menyebutkan ayat (1) bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronik
dan / atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan / atau elektronik
tertentu milik orang lain; dan ayat (2) bahwa setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi informasi
elektronik dan / atau dokumen elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke,
dan di dalam suatu komputer dan / atau dokumen elektronik tertentu
milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang
menyebabkan adanya perubahan, penghilangan dan / atau penghentian informasi
elektronik dan / atau dokumen elektronik yang sedang ditransmisikan.
5. Memang benar, bahwa dalam batas-batas dan tujuan
tertentu, penyadapan dapat dimungkinkan untuk tujuan-tujuan tertentu tetapi
itupun berat pesyaratannya dan harus izin pimpinan aparat penegak hukum,
sebagaimana disebutkan padaPasal 42 UU Telekomunikasi menyebutkan (ayat 1),
bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa
telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi
yang diselenggarakannya; dan ayat (2) bahwa untuk keperluan proses peradilan
pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim
dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan
informasi yang diperlukan atas: a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau
Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu; b.
permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan Undang-undang
yang berlaku. Demikian pula kemungkinan penyadapan yang dibolehkan dengan
syarat yang berat pula yang diatur dalam Pasal 31 ayat (3) UU ITE yang
menyebutkan, bahwa kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas
permintaan kepolisian, kejasaan, dan / atau institusi penegak hukum lainnya
yang dilakukan berdasarkan undang-undang.
Sumber :