KODE
ETIK PROFESI ARSITEK
Secara
umum etika kita kenal sebagai tata atur hubungan antara manusia yang menyangkut
hubungan yang berkaitan dengan hak dan kewajiban di dalam berbagai lini
kehidupan, baik dalam sebuah rumah tangga, dalam lingkungan perumahan, dalam
lingkungan kerja maupun dalam lingkungan bernegara. Etika yang menjadi fokus
dalam telaah ini adalah etika yang berkaitan dengan profesi seorang arsitek.
Lingkup pengaturan ini berupa hubungan antara arsitek dengan owner, arsitek
dengan sesama arsitek, arsitek dengan profesi lain yang memiliki keterkaitan
pekerjaan.
Dalam
menjalankan tugas profesinya arsitek dibatasi dengan etika profesi. Namun hanya
arsitek yang menjadi anggota Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) saja yang terikat
dengan aturan kode etik yang tercurah dalam Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata
Laku Profesi Arsitek Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), juga negara mulai memasuki pada wilayah ini sejak diberlakukannya
Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) No. 18 tahun 1999 dan Undang-undang
Bangunan Gedung (UUBG) no. 28 tahun 2008, serta beberapa peraturan pemerintah
dan petujuk operasionalisasi kedua Undang-undang tersebut, saat ini turut
mengatur kode etik secara tidak langsung. Serta harapannya kedepan bahwa
Undang-Undang Arsitek dapat mengimbangi pada sisi lain. Karena bila melihat
pada kedua undang-undang tadi maka lebih memfokuskan kewajiban dari seorang
arsitek dan belum mengatur hak-hak arsitek. Tentunya kondisi perundangan yang
demikian saat ini merupakan sebuah kelemahan perlindungan terhadap seorang
perencana.
Demikianlah Ikatan Arsitek Indonesia dengan
penuh kesadaran dan tanggung jawab merumuskan Kode Etik Arsitek sebagai
berikut :
Pasal 1
Dalam
menunaikan tugas profesional yang dipercayakan kepadanya, seorang arsitek
bertanggungkepada diri sendiri dan mitra kerja, profesi dan ilmu pengetahuan,
masyarakat dan umat manusia sertabangsa dan negara, sebagai pengabdian kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Pasal 2
Dalam
menunaikan tugas, seorang arsitek membaktikan seluruh kemampuan,
ketrampilan,pengetahuan dan perasaan yang dimilikinya di dalam proses
pembangunan demi kesejahteraan umatmanusia lahir dan bathin, dengan tetap
menjaga kemandirian berpikir dan kebebasan bersikap.
Pasal 3
Seorang
arsitek harus menempatkan diri, menata pikiran dan hasil karyanya, bukan
sebagai tujuan melainkan sarana yang digunakan secara maksimal dalam mencapai
tujuan kemanusiaan denganberupaya hemat sumber daya serta menghindar dampak
negatif
Pasal 4
Atas dasar
kepercayaan atas keutuhan integritas, keahlian, kujujuran, kearifan dan rasa
sosial yangdilimpahkan kepadanya, maka seorang arsitek mendahulukan tanggung
jawab dan kewajiban dari padahak dan kepentingan diri sendiri.
Pasal 5
Tanpa
mengurangi hak dan kepentingan pemberi tugas, seorang arsitek berusaha memahami
dan memperjuangkan kepentingan umat manusia dan masyarakat pemakai, sekalipun
pihak ini bukanpemberi imbalan jasa secara langsung.
Pasal 6
Arsitek
sebagai budayawan harus berupaya mengangkat nilai-nilai sosial budaya melalui
karyanya dan tidak semata-mata menggunakan pendekatan teknis.
Pasal 7
Pada tahap
manapun dalam proses pembangunan, arsitek harus menunaikan tugasnya secara
bijak dan konsisten.
SANKSI PIDANA DAN PERDATA KODE ETIK
ARSITEK
Pada pasal 9 Pedoman Hubungan Kerja antara Arsitek
dan Pemberi Tugas, menyatakan bahwa arsitek brtanggung-jawab atas kerugian
akibat kesalah-kesalahan yang dibuat arsitek, hal ini diberikan ancaman juga
pada UUBG Bab VIII.
Pasal 44 bahwa kesalahan yang diperbuat tersebut
merupakan kesalahan yang disebabkan oleh kelalain maka akan terkena sangsi
sebesar-besarnya 1 tahun kurungan dan 1% dari harga bangunan bila kelalaiannya
tersebut mengakibatkan kerugian harta benda, dan kurungan 2 tahun dan/atau 2%
dari nilai bangunan bila akibat kelalaiannya mengakibatkan cacat seumur hidup,
serta 3 tahun kurungan dan/atau 3% nilai bangunan bila mengakibatkan korban
jiwa. Namun bila kesalahan tersebut diakibatkan karena kesengajaan maka dikenai
sangsi sebesar-besarnya 5 tahun penjara dan/atau 20% dari nilai bangunan bilama
akibat kesalahannya tersebut mengakibatkan korban jiwa.
A.
KODE ETIK PROFESI ARSITEK.
Dalam menjalankan tugas profesinya
arsitek dibatasi dengan etika profesi. Namun hanya arsitek yang menjadi anggota
Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) saja yang terikat dengan aturan kode etik yang
tercurah dalam Kode Etik Arsitek dan Kaidah Tata Laku Profesi Arsitek Ikatan
Arsitek Indonesia (IAI).
Ada 5(lima) kewajiban yang harus
dipenuhi oleh arsitek professional (kewajiban secara umum, kewajiban pada
masyarakat, kewajiban pada profesi, kewajiban pada pengguna jasa, kewajiban
pada teman sejawat). Tidak terpenuhinya 5(lima) kewajiban tersebut oleh arsitek
dianggap suatu penyimpangan atau pelanggaran kode etik.
1.
Penyimpangan/Pelanggaran terhadap kepentingan Umum.
- Seorang arsitek tidak semaksimal mungkin untuk
menampilkan kepakaran dan kecakapannya secara maksimal dalam menangani
pekerjaan .
- Mendesain bangunan tanpa meneliti bahwa lokasi
perencanaan merupakan kawasan yang mempunyai nilai sejarah dan budaya
tinggi yang harusnya dilestarikan.
- Bersikap masa bodoh atau membiarkan bahwa ada suatu
kegiatan renovasi/pembangunan pada suatu bangunan yang mempunyai nilai
sejarah dan budaya tinggi yang seharusnya dilestarikan
- Menggunakan SDM yang tidak sesuai dengan keahliannya
dan tingkat kemampuan dan pengalamannya bidang arsitektur dalam menangani
perancangan bangunan.
- Memberikan pelayanan teknis keahlian yang berbeda
karena factor SARA, golongan dan gender.
2.
Penyimpangan/Pelanggaran terhadap kepentingan masyarakat.
- Melanggar hukum dengan mengabai-kan undang-undang/
peraturan yang terkait dengan proyek pembangunan.
- Menjanjung dan mempromosikan dirinya untuk mendapatkan
pekerjaan baik secara lesan atau lewat media.
- Menyebut suatu produk bahan dalam pekerjaan proyeknya
dengan mendapat imbalan.
- Melakukan penipuan / kebohongan terkait dengan tugas
profesi arsitek.
- Menyuap kepada pihak tertentu untuk mendapatkan
pekerjaan.
3.
Penyimpangan/Pelanggaran terhadap Pengguna Jasa.
- Melaksanakan pekerjaan bidang arsitektur tanpa memiliki
Sertikat Keahlian Arsitek.
- Menerima pekerjaan bidang arsitektur diluar jangkauan
kemampuannya.
- Mengajukan imbalan jasa yang tidak sesuai standard
/hubungan kerja /standar IAI bidang arsitektur.
- Tidak melasanakan tugas pekerjaan sesuai dengan kontrak
yang berisi tentang lingkup penugasan, produk yang diminta, imbalan
jasa yg disepakati, tugas dan tanggung jawab yang diembannya, hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi.
- Mengubah/mengganti lingkup/program/target
penugasan tanpa seijin pemberi tugas
- Membuka rahasia dan menginformasikan pada pihak lain
tanpa persetjuan pemberi tugas.
- Menawarkan atau mengarahkan suatu pemberian kepada
calon pengguna jasa atau penggunaan jasa untuk memperoleh
penunjukan.
- Menyarankan kepada pengguna jasa untuk melakukan
pelanggaran hukum atau kode etik dan kaidah tata laku profesi untuk
mendapatkan hasil yang lebih baik.
4.
Penyimpangan/Pelanggaran terhadap Profesi.
- Menandatangani suatu pekerjaan sebagai arsitek yang
bukan dari hasil desainnya.
- Membuat pernyataan yang keliru/menyesatkan/palsu atas
fakta materiil, kualifikasi keprofesian, pengalaman kerja atau penampilan
karya kerjanya serta mampu menyampaikan secara cermat lingkup dan
tanggung jawab yang terkait dengan pekerjaan yang diakui sebagai karyanya.
- Bermitra dengan orang yang tidak terdaftar dalam
asosianya.
5.
Penyimpangan/Pelanggaran terhadap teman sejawat.
- Tidak memberitahukan pada arsitek yang terdahulu
apabila meneruskan/mengganti pekerjaannya
- Meniru/mengambil alih karya arsitek lain tanpa seijin
arsitek yang bersangkutan.
- Mengambil alih pekerjaan arsitek lain sebelum ada
pemutusan hubungan kerja dengan pihak pengguna jasa.
- Mengubah usulan imbalan jasanya demi mendapatkan
keuntungan kompetitif dari arsitek lain.
- Mengikuti sayembara yang tidak direkomendasikan IAI.
B.
SANGSI PELANGGARAN KODE ETIK PROFESI
Pada dasarnya penyimpangan dari apa
yang tetera dalam Kode Etik dan Kaidah dan Tata Laku Profesi IAI tidak
ada sangsi hukumnya, yang ada adalah sangsi organisasi yaitu berupa teguran
lesan, teguran tertulis, penonaktifan sebagai anggota dan yang paling berat
adalah dikeluarkan sebagai anggota IAI. Sangsi yang diberikan oleh organisasi
(IAI) ini akan berdampak pada profesi dan psikologis bagi anggota yang kena
sangsi, bahkan kemungkinan tidak mendapatkan pekerjaan sebagai profesi arsitek.
Namun apabila pelanggaran ini menyangkut hukum terkait dengan pelanggaran
undang-undang, peraturan pemerintaha dan lain sebagainya maka penyelesaiannya
lewat pengadilan.
CONTOH KODE ETIK ARSITEK
Kecurangan
pembangunan fasilitas pemerintahan Kabupaten Konawe Utara (Konut) makin
terkuak. Ternyata, bukan hanya gambar desain kantor DPRD Konut yang diduga
hasil jiplakan gedung DPRD lain, tapi juga desain kantor bupati dan masjid raya
yang tidak ditenderkan ke konsultan. "Ada tiga paket yaitu kantor DPRD,
kantor bupati dan masjid raya yang tidak ditenderkan desain gambarnya. Padahal
ketiga proyek tersebut, anggarannya milyaran rupiah. Sebaiknya BPKP, Bawasda
dan kejaksaan menelusuri proses tendernya," kata Ir Ilham, Ketua Umum
Persatuan Konsultan Indonesia (Perkindo) Sultra.
Ilham membeberkan masalah pembangunan fasilitas
pemerintahan dan sarana ibadah di Konut menindaklanjuti statemen Ketua Komisi B
DPRD Konut, Satria Baikole. Dimana Satria mengungkapkan bahwa diduga gambar
gedung DPRD Konut dijiplak dari salah satu kantor DPRD daerah lain. Padahal
biaya desainnya sudah dianggarkan.
Menurutnya,
biaya desain gedung DPRD Konut sekitar Rp 200 juta, sedangkan kantor bupati
berkisar Rp 400 juta. "Kalau memang benar dugaan DPRD bahwa desain gambar
hasil jiplakan, tidak hanya anggaran desain yang harus dikembalikan. Tapi harus
diproses secara hukum karena jelas terjadi pelanggaran Keppres nomor 80 tahun
2003," ujarnya.
Khusus untuk proses tender kantor bupati Konut,
Ilham mensinyalir telah terjadi pelanggaran Keppres. Ini didasarkan pada saat
pengambilan dokumen tender. "Memang ada gambar tapi tidak ada Bill Off
Quantity (BOQ) atau volume pekerjaan. Waktu anuweijzing, para kontraktor minta
BOQ dan panitia saat itu menyetujui. Tapi hingga pemasukan dokumen penawaran,
BOQ tidak dikeluarkan panitia lelang tanpa alasan yang jelas. Jadi para rekanan
tidak bisa menghitung volume pekerjaan secara tepat. Tapi anehnya, ada
perusahaan rekanan yang kami duga mendapat BOQ," bebernya. Pernyataan
Ilham dipertegas lagi Fadli S Tanawali, Ketua BPP Asosiasi Kontraktor Umum
Indonesia (Askumindo) Sultra. Panitia proyek melalui Biro Ekonomi dan
Pembangunan Pemkab Konsel, tidak memperlihatkan review desain. Sehingga seenaknya
saja melakukan perubahan, termasuk rincian biaya.